22 Oktober 2009

Pelaku usaha kembali desak penuntasan cyber law

Pelaku usaha penyedia jasa Internet mendesak Menkominfo untuk secara aktif mendorong DPR memrioritaskan pembahasan RUU Informasi dan Transaksi Elektronik (RUU ITE) karena mengancam usaha di bidang TI. Heru Nugroho, Presdir Melsa I-net, mengatakan saat ini sudah semakin banyak persoalan yang timbul akibat belum adanya cyber law di Indonesia dan secara nyata mengancam kelangsungan usaha di bidang TI.
 Dia mencontohkan masalah penggunaan peranti lunak di warung Internet (warnet) sampai saat ini sulit mencari penyelesaiannya karena landasan hukumnya belum ada sehingga banyak pelaku usaha warnet yang menjadi korban.

"Makanya kami sangat mengharapkan pemerintah lebih serius mendorong DPR agar memprioritaskan pembahasan RUU ITE. Jika terus terkatung-katung maka dampaknya akan meluas ke berbagai bidang usaha," katanya kepada Bisnis kemarin.

Heru menuturkan pelaku usaha saat ini semakin khawatir setelah mendengar Komisi I DPR belum mengagendakan pembahasan RUU ITE sampai 2009.

Ahmad M. Ramli, Staf Ahli Menkominfo, mengatakan pihaknya hingga saat ini belum mendengar jika RUU ITE tidak ada dalam agenda pembahasan Komisi I DPR samapai 2009.

Menurut dia, memang semua RUU termasuk RUU ITE yang telah diajukan oleh pemerintah pada masa kepemimpinan Megawati Soekarnoputri dikembalikan lagi oleh DPR.

Sebagai tindaklanjutnya, papar dia, naskah RUU ITE yang dikembalikan itu telah disempurnakan kembali oleh tim dari Depkominfo dan saat ini juga telah selesai dilakukan harmonisasi interdep dan juga penyempurnaan di Departemen Hukum dan HAM.

"Setelah ini naskah RUU ITE itu akan segera disampaikan ke Setneg untuk selanjutnya menunggu Amanat Presiden sebagai pengantar pembahasan di DPR. Mungkin sekarang belum diagendakan oleh DPR karena memang naskahnya belum dimasukkan," ujar dia.

Prioritas DPR

Namun satu anggota DPR menyatakan institusinya sudah memasukkan RUU ITE dalam Prolegnas (Program Legislatif Nasional) 2005-2009 dengan pembahasan awal di Badan Legislasi (Baleg).

"Saya mendapat informasi bahwa RUU ITE masuk prioritas pembahasan DPR pada 2005 dan akan disampaikan ke rapat paripurna," kata Tristanti Mitayani, anggota Komisi I DPR RI saat konsultasi publik tentang cyberlaw yang diadakan Indonesia Media Law & Policy Centre, LeSPI dan FH Undip Semarang, kemarin.

Menurut dia, sebelumnya memang DPR belum punya pemahaman yang serius dan menyeluruh tentang mendesaknya RUU ITE dan rancangan tersebut tidak masuk dalam Prolegnas 2005-2009.

"Tapi, saat ini RUU ITE menjadi prioritas pembahasan untuk tahun sidang 2005, karena kondisi cyberlaw di Indonesia sudah cukup parah," jelasnya.

Sebelumnya diketahui bahwa DPR telah mengembalikan RUU ITE kepada Presiden dan tidak mengagendakan pembahasan RUU itu setidaknya sampai akhir tahun ini.

RUU ITE itu disusun oleh Kementerian Kominfo sebelum berubah menjadi Departemen Komunikasi dan Informatika seperti saat ini. Bahkan, pemerintah telah menyerahkan RUU itu pada DPR September 2004 setelah didahului dengan penetapan Amanat Presiden (Ampres) oleh Presiden Megawati.

Dalam kesempatan itu, Penyidik Madya Unit Infotek dan Cyber Crime Mabes Polri Setiadi, mengatakan selain melakukan perubahan internal Polri juga melakukan penambahan sarana dan prasarana berupa pembuatan jaringan pusat pendidikan serta latihan Reserse di Megamendung Bogor.

"Polri terus melakukan pembenahan dengan mengadakan perubahan struktur dan pelatiahan, serta kerjasama antara jaringan kepolisian di Asena [jaringan kepolisian di Asia Tenggara] maupun tingkat internasional untuk mencegah kejahatan TPTI," ungkapnya.

Menurut dia, Polri secara umum tidak mengalami hambatan serius dalam menanggulangi kasus TPTI untuk memroses berkas sampai di Kejaksaan, namun Polri mengalami hambatan minimnya SDM yang memahami tentang jaringan teknologi informasi.

Selama ini, hanya 20 orang penyidik Polri yang menguasai bidang cyber crime, sehingga perlu dilakukan workshop lebih intensif, bahkan perlu dibawa ke luar negeri seperti Amerika Serikat, Australia dan negara lainnya yang menguasai jaringan teknologi informasi.

"Sebenarnya secara umum tidak ada masalah, namunm kita terbentur pada perangkat cyber law. Saya berharap bisa direalisasikan tahun ini," katanya.

Dorong DPR

Menteri Komunikasi dan Informatika Sofyan A. Djalil pada kesempatan terpisah menandaskan pihaknya akan terus mendorong DPR untuk memprioritaskan pembahasan RUU ITE agar bisa segera disahkan sebagai UU tahun ini.

Dia menggarisbawahi cyber law harus secepatnya diterbitkan karena kalau tidak ada payungnya akan susah untuk mengembangkan industri telematika dan investor juga tidak akan masuk jika tidak ada kepastian hukum.

Ketua Federasi Teknologi Informasi Indonesia (FTII) Teddy Sukardi mengatakan dengan belum adanya cyber law di Indonesia tidak hanya menimbulkan kerugian bagi pelaku usaha tapi juga citra Indonesia di luar negeri semakin merosot.

Menurut dia, sampai saat ini banyak peluang melalui perdagangan secara online (e-commerce) secara global hilang karena transaksi yang seharusnya bisa diraih oleh pelaku usaha di Indonesia dialihkan ke negara lain.

Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) juga menyatakan mendukung upaya semua pihak untuk segera menerbitkan cyberlaw karena sudah cukup lama RUU ITE di bahas di berbagai level baik di kalangan masyarakat maupun interdep.

Bahkan, masalah RUU ITE menjadi salah satu rekomendasi utama yang disampaikan Mastel pada pemerintah dalam rangka pengembangan sektor telematika pada 2005

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

About Me

Foto saya
Dalam hati terucap doa Ingin segera bertemu Begitu ada kesempatan Tak ku lewatkan begitu saja Langkahku semakin cepat Sungguh ku ingin segera bertemu Dengan kekasihku yang adalah kamu Tak ku hiraukan meski malam begitu pekat Sekian lama berpisah Membuatku begitu rindu padamu Setiap malam berharap sendiri Ingin segera bertemu Kalau saja waktu itu sayapku tak patah Pasti ku kan terbang menuju kehangatan pelukanmu